Aleksander Agung
Aleksander
III dari Makedonia (20/21 Juli 356 – 10/11 Juni 323 SM), lebih dikenal
sebagai Aleksander Agung atau Iskandar
Agung, adalah raja , sebuah
negara di daerah timur laut Yunani.
Pada usia tiga puluh tahun, dia memimpin sebuah kekaisaran terbesar pada masa sejarah kuno, membentang mulai dari Laut Ionia sampai pegunungan Himalaya. Dia tidak pernah terkalahkan
dalam pertempuran dan dianggap sebagai komandan perang terhebat sepanjang masa. Aleksander lahir di Pella pada 356 SM dan merupakan murid
seorang filsuf terkenal, Aristoteles.
Pada tahun 336 SM Aleksander menggantikan ayahnya, Filipus II dari Makedonia, sebagai
pemimpin Makedonia setelah ayahnya dibunuh oleh pembunuh gelap. Filipus sendiri
telah menaklukkan sebagian besar negara-kota di daratan utama Yunani ke dalam hegemoni Makedonia, melalui militer dan
diplomasi.
Setelah kematian
Filipus, Aleksander mewarisi kerajaan yang kuat dan pasukan yang berpengalaman.
Dia berhasil mengukuhkan kekuasaan Makedonia di Yunani, dan setelah otoritasnya
di Yunani stabil, dia melancarkan rencana militer untuk ekspansi yang tak
sempat diselesaikan oleh ayahnya. Pada tahun 334 SM dia menginvasi daerah
kekuasaan Persia di Asia Minor dan memulai serangkaian kampanye
militer yang berlangsung selama
sepuluh tahun. Aleksander mengalahkan Persia dalam sejumlah pertempuran yang
menentukan, yang paling terkenal antara lain Pertempuran
Issus dan Pertempuran Gaugamela. Aleksander lalu
menggulingkan kekuasaan raja Persia, Darius
III, dan menaklukkan keseluruhan Kekasiaran
Persia (Kekasiaran Akhemeniyah). Kekaisaran
Makedonia kini membentang mulai dari Laut
Adriatik sampai Sungai Indus.
Karena berkeinginan
mencapai "ujung dunia", Aleksander pun menginvasi India pada tahun 326 SM, namun terpaksa
mundur karena pasukannya nyaris memberontak. Aleksander meninggal dunia di Babilonia pada 323 SM, tanpa sempat
melaksakan rencana invasi ke Arabia.
Setelah kematian Aleksander, meletuslah serangkaian perang saudara yang
memecah-belah kekaisarannya menjadi empat negara yang dipimpin oleh Diadokhoi, para jenderal Aleksander.
Meskipun terkenal karena penaklukannya, peninggalan Aleksander yang bertahan
paling lama bukanlah pemerintahannya, melainkan difusi budaya yang terjadi berkat penaklukannya.
Berkat penaklukan Aleksander,
muncul koloni-koloni Yunani di daerah timur yang berujung pada munculnya budaya
baru, yaitu perpaduan kebudayaan Yunani, Mediterrania, Mesir, dan Persia yang
disebut dengan Peradaban Hellenis atau Hellenisme. Aspek-aspek Hellenis
tetap ada dalam tradisi Kekaisaran
Bizantium sampai pertengahan abad
15. Pengaruh Hellenisme ini bahkan sampai ke India dan Cina. Khusus di Cina, pengaruh
kebudayaan ini dapat ditelusuri di antaranya dengan artefak yang ditemukan di Tunhuang.
Aleksander menjadi legenda sebagai pahlawan klasik dan diasosiasikan dengan
karakteristik Akhilles.
Aleksander juga muncul dalam sejarah dan mitos-mitos di Yunani maupun di luar
Yunani. Aleksander menjadi pembanding bagi para jenderal bahkan hingga saat
ini, dan banyak Akademi militer di seluruh dunia yang mangajarkan
siasat-siasat pertempurannya.
Aleksander selama
ekspansinya juga mendirikan beberapa kota yang semuanya dinamai berdasarkan
namanya, seperti Aleksandria atau Aleksandropolis. Salah satu dari kota bernama Aleksandria yang berada di Mesir, kelak menjadi
terkenal karena perpustakaannya yang lengkap dan bertahan hingga seribu tahun
lamanya serta berkembang menjadi pusat pembelajaran terhebat di dunia pada masa
itu.
Walaupun hanya
memerintah selama 13 tahun, semasa kepemimpinannya ia mampu membangun sebuah
imperium yang lebih besar dari setiap imperium yang pernah ada sebelumnya. Pada
saat ia meninggal, luas wilayah yang diperintah Aleksander berukuran 50 kali
lebih besar daripada yang diwariskan kepadanya serta mencakup tiga benua (Eropa, Afrika, dan Asia). Gelar yangAgung atau Agung di belakang namanya diberikan karena
kehebatannya sebagai seorang raja dan pemimpin perang lain serta
keberhasilannya menaklukkan wilayah yang sangat luas.
Kehidupan awal
Aleksander dilahirkan
pada tanggal 20 (atau 21) Juli 356 SM, di Pella, ibu kota Kekaisaran Makedonia di Yunani Kuno. Dia terlahir sebagai
putra Filipus II, Raja Makedonia. Ibunya adalah istri
keempat Filipus, Olympias, putri Neoptolemos I, raja Epiros. Meskipun Filipus memiliki tujuh atau
delapan istri ketika itu, namun Olympias adalah istrinya yang paling utama,
barangkali karena dia yang melahirkan Aleksander.
Sebagai anggota Wangsa Argead, Aleksander mengklaim
diri sebagai keturunan Herakles melalui Karanos dari Makedonia. Dari pihak ibunya dan Aiakid, dia mengklaim diri sebagai
keturunan Neoptelemos, putra Akhilles. Keponakan kedua Aleksander adalah
jenderal Pyrrhos dari Epiros,
yang oleh Hannibal dianggap sebagai komandan sehebat
Aleksander atau kedua terhebat
setelah Aleksander.
Menurut biografer Yunani
kuno, Plutarch, Olympias, pada
malam pernikahannya dengan Filipus, bermimpi bahwa rahimnya disambar petir,
yang memicu semburan api yang menyebar sampai "jauh dan luas" sebelum
padam. Beberapa waktu sebelum pernikahan, dikatakan bahwa Filipus bermimpi
melihat dirinya menyegel rahim istrinya dengan menggunakan segel berukir singa. Plutarch mengajukan sejumlah
penafsiran tentang mimpi-mimpi itu: bahwa Olympia telah hamil sebelum menikah,
ditunjukkan dengan penyegelan rahimnya; atau bahwa ayah Aleksander adalah Zeus.
Para sejarawan ada yang berpendapat bahwa Olympias yang ambisius
membesar-besarkan cerita mengenai silsilah dewa Aleksander, yang lain
berpendapat Olympias memberitahu Aleksander.
Pada hari kelahiran Aleksander,
Filipus sedang bersiap-siap untuk mengepung kota Potidea di semenanjung Chalcidike. Pada hari
yang sama, Filipus mendapat kabar bahwa jenderalnya Parmenion telah mengalahkan pasukan gabungan Illyria dan Paionia,
dan bahwa kuda-kudanya telah memenangkan Olimpiade.
Dikatakan pula bahwa pada hari itu, Kuil Artemis di Ephesos
<salah satu dari Tujuh
Keajaiban Dunia Kuno-terbakar>. Hegesias
dari Magnesia berkata bahwa kuil
itu terbakar karena dewi Artemis menghadiri kelahiran Aleksander.
Masa anak-anak
Pada usia-usia awal,
Aleksander diasuh oleh susternya, Lanike,
saudari Kleitos si Hitam, calon
sahabat dan jenderal Aleksander pada masa depan. Pada masa anak-anak, Aleksander
belajar pada Leonidas yang disiplin, seorang kerabat ibunya.
Aleksander juga berguru pada Lysimakhos. Aleksander
dbesarkan sebagai bangsawa muda Makedonia, dia belajar membaca, bermain lira,
bertarung, dan berburu.
Ketika Aleksander
berusia sepuluh tahun, seorang pedagang kuda dari Thessalia menawarkan seekor kuda pada Filipus.
Kuda tersebut diberi harga senilai tiga belas talen.
Kuda itu tidak mau ditunggangi oleh siapapun, dan Filipus memerintahkannya
untuk dibawa pergi. Akan tetapi, Aleksander berkata bahwa rasa takut kuda itu
adalah bayangannya sendiri dan meminta kesempatan untuk memunggangi kuda itu.
Aleksander berhasil melakukannya. Menurut
Plutarch, Filipus, yang merasa sangat senang melihat keberanian dan ambisi
Aleksander, langsung mencium putranya itu dan menyatakan: "Putraku, kau
harus menemukan kerajaan yang cukup besar untuk ambisimu. Makedonia terlalu
kecil untukmu". Setelah itu Filipus membelikan kuda itu untuk Aleksander. Aleksander menamai kuda itu Bukephalas, bermakna "kepala lembu".
Bukephalas akan menjadi teman perjalanan Aleksander dalam penaklukannya sampai
ke India. Ketika Bukephalas mati (akibat usia tua, menurut Plutarch, karena
sudah berusia tiga puluh tahun), Aleksander menamai sebuah kota sesuai nama
kudanya (Bukephala).
Masa remaja dan pendidikan
Aristoteles sedang mengajari Aleksander.
Ketika Aleksander
menginjak usia tiga belas tahun, dia membutuhkan pendidikan yang lebih tinggi,
maka dia pun mencari tutor.
Beberapa calon tutornya antara lain Isokrates dan Speusippos,
penerus Plato di Akademi
Plato. Pada akhirnya, Filipus menawarkan pekerjaan itu pada Aristoteles, yang menerimanya. Filipus
memberikan Kuil Para Nimfa di Mieza sebagai ruang belajar mereka. Sebagai
imbalan atas pengajarannya, Filipus bersedia untuk membangun kembali kampung
halaman Aristoteles di Stageira,
yang pernah dihancurkan olehnya. Filipus merepopulasi kota itu dengan cara
membeli dan memerdekakan para bekas warga yang sempat menjadi budak, atau
dengan mengampuni para warga yang berada di pengasingan.
Mieza menjadi sekolah
asrama bagi Aleksander dan anak-anak bangsawan Makedonia lainnya, misalnya, Ptolemaios, Hephaistion, dan Kassandros. Banyak murid di sana yang
belajar bersama Aleksander kelak menjadi sahabat dan jenderalnya, atau yang lebih
sering disebut sebagai 'Rekan'. Di Mieza, Aristoteles mengajari Aleksander dan
kawan-kawannya pengobatan, moral, filsafat, agama, logika, dan seni. Berkat
ajaran Aristoteles, Aleksander menjadi berminat pada karya-karya Homeros, terutama Iliad. Aristoteles memberi satu
salinan Iliad pada Aleksander, yang selalu dibawanya dalam kampanye militernya.
Ahli waris Filipus
Patung kepala Filipus II dari Makedonia, ayah
Aleksander.
Ketika Aleksander
menginjak usia enam belas tahun, masa belajarnya pada Aristoteles selesai.
Filipus, sang raja, berangkat untuk berperang melawan Byzantion, dan Aleksander ditugaskan
untuk mengurus kerajaan. Selama Filipus pergi, suku Maedi Thrakia memberontak menentang
kekuasaan Makedonia. Aleksander merespon dengan cepat, dia meredam
pemberontakan suku Maedi, mengusir mereka dari wilayah mereka, mengisinya
dengan orang-orang Yunani, dan mendirikan kota yang dia namai Alexandropolis.
Setelah Filipus kembali
dari Byzantion, dia memberi Aleksander sejumlah kecil pasukan dan mengutusnya
untuk mnghentikan suatu pemberontakan di Thrakia selatan. Dalam kampanye lainnya melawa
kota Perinthos di Yunani, Aleksander disebutkan
menyelamatkan nyawa ayahnya. Sementara itu, kota Amphissa mulai mengolah tanah yang dikeramatkan
untuk Apollo di dekat Delphi, suatu pelanggaran yang memberi
kesempatan bagi Filipus untuk ikut campur lebih jauh dalam urusan Yunani. Masih
berada di Thrakia, Filipus menyuruh Aleksander untuk mulai menghimpun pasukan
untuk kampanye di Yunani. Sadar dengan adanya kemungkinan negara-negara Yunani
lainnya untuk ikut campur, Aleksander memperlihatkan seolah-olah dia hendak
menyerang Illyria. Dalam kekisruhan ini, Illyria mengambil kesempatan untuk
menginvasi Makedonia, namun Aleksander berhasil menghalau para penyerang itu.
Pasukan Filipus
bergabung dengan Aleksander pada tahun 338 SM, dan mereka bergerak ke
selatan menuju Thermopylai, yang
mereka lakukan setelah menghadapi perlawanan yang keras kepala dari orang-orang
Thebes yang menghuninya. Mereka pergi untuk menduduki kota Elateia, berjarak beberapa hari dari kota Athena dan Thebes.
Sementara itu, rakyat Athena, dipimpin oleh Demosthenes,
memilih untuk bersekutu dengan Thebes dalam perang melawan Makedonia. Baik
Athena dan Filipus kemudian mengirim utusan untuk memperoleh keberpihakan
Thebes, dan yang berhasil melakukannya adalah Athena. Filipus bergerak menuju Amphissa
(secara teoretis beraksi atas permintaan Liga Amphikyton), menangkap tentara
bayaran yang dikirim ke sana oleh Demosthenes, dan menerima penyerahan kota
itu. Lalu Filipus kembali ke Elateia dan mengirim penawaran perdamaian untuk
yang terakhir kalinya pada Athena dan Thebes, yang berujung pada penolakan
kedua kota itu.
Patung Aleksander di Museum Arkeologi Istanbul.
Ketika Filipus sedang
bergerak ke selatan, dia dihalangi di dekat Khaironeia, Boiotia oleh pasukan Athena dan Thebes. Dalam pertempuran tersebut, Filipus memimpin
sayap kanan, dan Aleksander memimpin sayap kiri dengan ditemani oleh para
jenderal Filipus yang terpercaya. Berdasarkan sumber-sumber kuno, dua pihak itu
bertempur dengan sengit cukup lama. Filipus lalu memerintahkan pasukan di sayap
kanan untuk mundur dan memancing hoplite-hoplite Athena supaya mengikutinya dan
meninggalkan barisan mereka. Di sayap kiri, Aleksander adalah orang pertama
yang berhasil menerobos barisan Thebes, diikuti oleh para jenderal Filipus.
Setelah memperoleh terobosan, Filipus memerintahkan pasukannya untuk menekan ke
depan dan mengepung musuh. Dengan mundurnya pasukan Athena, pasukan Thebes pun
mesti bertempur sendiri; dikeliling oleh musuh, pasukan Thebes pun dikalahkan.
Setelah menang di
Khaironeia, Filipus dan Aleksander bergerak tak terhalangi menuju Peloponnesos
dan diterima oleh semua kota; namun ketika mereka tiba di Sparta, mereka ditolak dan mereka pun
pergi. Di Korinthos, Filipus mendirikan
"Aliansi Hellen" (didasarkan pada aliansi anti-Persia dalam Perang Yunani-Persia), dan Filipus
diangkat sebagai Hegemon ('Pemimpin Tertinggi') dalam
perkumpulan ini, yang oleh para sejarawan modern disebut sebagai Liga
Korinthos. Filipus lalu mengumumkan rencananya untuk memimpin perang pembalasan
melawan Kekaisaran Akhemeniyah.
Perselisihan
Setelah kembali ke
Pella, Filipus jatuh cinta pada Kleopatra
Euridike, keponakan salah satu jenderalnya, Attalos. Pernikahan ini membuat posisi
Aleksander terhadap takhta menjadi rawan, karena jika Kleopatra Euridike
melahirkan seorang putra, maka putra tersebut akan menjadi ahli waris yang
sepenuhnya keturunan Makedonia, sedangkan Aleksander hanya separuh berdarah Makedonia. Pada pesta pernikahan, Attalos yang
mabuk berdoa pada para dewa semoga pernikahan itu akan menghasilkan ahli waris yang
sah untuk takhta Makedonia.
“
|
Pada pesta pernikahan Kleopatra, yang dicintai dan
dinikahi oleh Filipus, dia (Kelopatra) terlalu muda untuknya, pamannya
Attalos dalam mabuknya meminta rakyat Makedonia untuk memohon pada para dewa
supaya memberi pewaris yang sah untuk kerajaan melalui keponakannya. Ini
membuat Aleksander sangat marah, sehingga dia melempar gelasnya ke kepalanya,
"Kau bajingan." katanya, "Apa, lalu aku pewaris yang tidak
sah?" Kemudian Filipus bangkit dan hendak berlari pada putranya; namun
entah karena keberuntungan, atau karena Filipus terlalau marah, atau karena
terlalu mabuk, Filipus terjatuh ke lantai. Aleksander mencelanya, "Lihat
itu." katanya, "pria yang bersiap untuk menyeberangi Eropa menuju
Asia, terjatuh hanya ketika hendak berpindah kursi.
|
”
|
—Plutarch, menggambarkan perseturuan dalam pesta pernikahan Filipus.
|
Pergi dan kembali
Aleksander kabur dari Makedonia
bersama ibunya, yang dia titipkan
di saudara ibunya di Dodona, ibu
kota Epiros. Aleksander sendiri terus pergi ke Illyria, di sana ia meminta suaka pada raja
Illyria dan diperlakukan sebagai tamu oleh rakyat Illyria meskipun Aleksander
pernah mengalahkan Illyria dalam pertempuran beberapa tahun sebelumnya. Namun,
Filipus masih ingin mengakui Aleksander sebagai putranya, sehingga Aleksander kembali ke
Makedonia setelah enam bulan kabur. Dia kembali berkat sahabat keluarganya, Demaratos dari Korinthos, yang
melakukan mediasi antara kedua belah pihak.
Setahun kemudian, satrap (gubernur) Persia di Karia, Pixodaros, menawarkan putri sulungnya
pada saudara tiri Aleksander, Filipus
Arrhidaios. Olympias dan beberapa
sahabat Aleksander menduga bahwa tindakan itu menunjukkan Filipus berniat
mengangkat Arrhidaios sebagai ahli warisnya. Aleksander
bereaksi dengan mengirim seorang aktor, Thessalos dari Korinthos, untuk memberitahu
Pixodaros bahwa dia seharusnya tidak menawarkan putrinya pada putra raja yang
tidak sah, melainkan pada Aleksander. Ketika Filipus mengetahui ini, dia
menghentikan negosiasi dan memarahi Aleksander yang ingin menikahi putri orang
Karia. Filipus menjelaskan bahwa dia ingin perempuan yang lebih baik untuk
Aleksander. Filipus lalu mengasingkan
empat kawan Aleksander, yaitu Harpalos, Neiarkhos, Ptolemaios dan Erigyios. Sedangan Thessalos dibawa ke
hadapan Filipus dalam keadaan dirantai.
Raja Makedonia
Naik takhta
Pada tahun 336 SM,
Filipus sedang berada di Aigai,
menghadiri pernikahan putrinya, Kleopatra,
yang menikah dengan saudara Olympia, Aleksander
I dari Epiros. Di sana Filipus dibunuh oleh pemimpin pasukan pengawalnya sendiri,Pausanias. Ketika
Pausanias mencoba kabur, dia tersandung tanaman anggur sehingga dapat dibunuh
oleh para pengejarnya, yang meliputi dua rekan Aleksander, Perdikkas dan Leonnatos.
Aleksander dengan demikian diangkat sebagai raja oleh pasukan Makedonia dan bangsawan Makedonia. Dia berusia
dua puluh tahun ketika menjadi raja.
Konsolidasi kekuasaan
Aleksander memulai masa
pemerintahannya dengan menyingkirkan orang-orang yang menurutnya berpotensi
mengancam takhtanya. Dia menghukum mati sepupunya, Amyntas IV, dan juga membunuh dua pangeran
Makedonia dari daerah Lynkestis, sedangkan pangeran ketiga, yaitu Aleksander Lynkestes, diampuni.
Sementara itu Olympias, ibu Aleksander, memerintahkan bahwa Kleopatra Euridike
dan putrinya, Europa, dikubur
hidup-hidup. Ketika Aleksander tahu tentang hal itu, dia marah pada ibunya.
Aleksander juga memerintahkan bahwa Attalos harus dibunuh. Attalos sendiri saat itu menjabat
sebagai komandan pasukan di Asia Minor. Attalos sempat berkorespondensi dengan
Demosthenes, mengenai kemungkinannya untuk kabur ke Athena. Terlepas dari apakah
Attalos benar-benar berniat ke Athena atau tidak, dia sudah membuat Aleksander
marah. Selain itu, setelah mengetahui bahwa putri dan cucu Attalos mati,
Aleksander merasa bahwa Attalos terlalu berbahaya untuk dibiarkan hidup. Aleksander membiarkan Arrhidaios
hidup. Arrhidaios disebutkan menderita cacat mental, kemungkinan akibat diracun
oleh Olympias.
Kabar kematian Filipus
memicu banyak kota memberontak, termasuk Thebes, Athena, Thessalia, dan suku-suku Thrakia di utara Makedonia. Ketika kabar pemberontakan
di Yunani diketahui oleh Aleksander, dia merespon dengan cepat. Meskipun para
penasihatnya menyarankannya untuk mempergunakan diplomasi, namun Aleksander
memutuskan untuk mengumpulkan 3.000 tentara kavaleri dan bergerak menuju
Thessalia, daerah tetangga Makedonia di sebelah selatan. Di sana dia mengetahui
bahwa pasukan Thessalia telah menempati jalan di antara Gunung Olimpus dan Gunung
Ossa. Aleksander lalu menyuruh pasukannya menaiki Gunung Ossa. Ketika pasukan
Thessalia terbangun, mereka melihat bahwa pasukan Aleksander telah berada di
sisi belakang mereka. Pasukan Thessalia pun menyerah dan pasukan kavaleri
Aleksander bertambah dengan masuknya pasukan Thessalia. Aleksander lalu
bergerak menuju Peloponnesos.
Aleksander berhenti
sejenak di Thermopylae, di sana dia diakui sebagai pemimpin Liga Amphiktyon. Kemudian dia bergerak
ke selatan ke Korinthos. Kota Athena memohon perdamaian dan Aleksander
mengampuni Athena. Dia juga mengampuni semua orang yang terlibat dalam
pemberontakan. Di Korinthos, terjadi peristiwa terkenal, yaitu pertemuannya
dengan Diogenes Sang Kynis, yang memintanya untuk menyingkir sedikit karena dia
menghalangi matahari. Di sana
juga Aleksander diberikan gelar Hegemon, dan seperti halnya Filipus,
Aleksander juga diangkat sebagai komandan dalam perang yang akan dilaksanakan
melawan Persia. Ketika sedang berada di Korinthos, Aleksander mendengar berita
bahwa suku Thrakia memberontak di utara.
Kampanye Balkan
Sebelum menyerang ke
Asia, Aleksander ingin mengamankan perbatasan utaranya; dan, pada musim semi
tahun 335 SM, dia berhasil menghentikan beberapa pemberontakan. Mulai dari Amphipolis, dia pertama-tama bergerak
ke timur ke negara-negara "Suku-suku Thrakia Merdeka"; dan di Gunung Haimos, pasukan Makedonia
menyerang dan mengalahkan pasukan Thrakia. Pasukan
Makedonia berarak menuju negara Triballi,
dan berhasil mengalahkan pasukan Triballi di dekat sungai Lyginos (anak sungai Danube). Aleksander
kemudian melaju selama tiga hari ke Danube,
menghadapi suku Getai di seberang sungai. Dia mengejutkan
pasukan Getai dengan menyeberangi sungai pada malam hari. Dia berhasil memaksa
pasukan Getai menyerah setelah meletusnya pertempuran
kecil. Pasukan Getai mundur dan meninggalkan kota-kota mereka pada pasukan
Makedonia. Kemudian terdengar
berita bahwa Kleitos, Raja
Illyria, dan Raja Glaukias dari Taulanti secara terbuka memberontak melawan
otoritas Makedonia. Bergerak ke barat menuju Illyria, Aleksander mengalahkan
semua pemberontak itu dan memaksan Kleitos dan Glaukias untuk melarikan diri bersama
pasukan mereka. Dengan demikian, perbatasan utara Aleksander pun aman.
Ketika sedang sukses
dalam kampanyenya di utara, ternyata Thebes dan Athena sekali lagi memberontak.
Aleksander dengan segera menyelesaikan kampanye di utara dan bergegas ke selatan
bersama pasukannya. Kota-kota
lainnya ragu-ragu, namun Thebes memutuskan untuk memberontak dengan mengerahkan
seluruh kekuatannya. Akan tetapi perlawanan itu terbukti tidak efektif.
Aleksander sangat marah pada Thebes. Dia membunuhi banyak tentara Thebes,
meluluhlantakkan kota itu sampai hancur, menjual penduduknya sebagai budak, dan
membagi-bagi wilayah Thebes ke kota-kota Boiotia di sekitarnya. Setelah
mendengar berita tentang musnahnya kota Thebes, Athena pun menyerah pada
Aleksander. Dengan demikian, seluruh Yunani sudah berada di bawah kekuasaan
Aleksander. Setelah Yunani aman,
Aleksander pun melaksanakan kampanyenya di Asia. Dia menugaskan Antipatros untuk mengurus Makedonia.
Penaklukan Kekaisaran Persia
Pasukan Aleksander
menyeberangi Hellespont pada tahun 334 SM dengan jumlah
tentara sekitar 48.100 infantri, 6.100 kavaleri dan armada laut yang terdiri
dari 120 kapal dengan kru kapal sekitar 38.000 orang. Pasukan itu berasal dari Makedonia dan
dari berbagai negara-kota Yunani, selain juga tentara bayaran, serta pasukan
dari Thrakia, Paionia, dan Illyria. Setelah memperoleh kemenangan pertama
melawan pasukan Persia dalam Pertempuran Granikos, Aleksander menerima
penyerahan kota dan harta benda di Sardis,
salah satu ibu kota provinsi di Persia. Aleksander lalu bergerak menuju pesisir Ionia. Di Halikarnassos,
Aleksander sukses melakukan pengepungan pertamanya. Dia berhasil memaksa
musuh-musuhnya, yakni kapten tentara bayaran Memnon
dari Rhodes dan satrap Persia di Karia, Orontobates, untuk mundur ke laut. Setelah menaklukkan Karia, Aleksander
menugaskan Ada untuk memimpin urusan pemerintahan di
Karia. Ada sendiri mengadopsi Aleksander sebagai putranya.
Dari Halikarnassos,
Aleksander maju ke pegunungan Lykia dan dataran Pamphylia. Dia menaklukkan semua kota
pesisir dengan tujuan untuk menyulitkan armada laut Persia. Jika kota-kota di
pesisir dikuasai oleh Aleksander, maka kapal-kapal laut Persia tak akan bisa
berlabuh. Mulai dari Pamphylia, di pesisir itu tidak ada lagi pelabuhan yang
penting dan Aleksander pun melanjutkan kampanyenya ke daratan dalam. Di Termessos, Aleksander mengampuni kota Pisidia. Di kota Gordium, ibu kota kuno Phrygia,
Aleksander menjumpai ikatan
Gordia yang terkenal tak dapat
dibuka. Menurut legenda, orang yang mampu membukanya akan menjadi "raja Asia". Aleksander merasa bahwa tidak masalah
bagaimana ikatan itu dibuka, dan dia pun memotongnya dengan pedangnya.
Levant dan Suriah.
Setelah menghabskan
musim dinginya dengan melakukan kampanye di Asia Minor, pasukan Aleksander
menyeberangi Gerbang Cilicia pada tahun 333 SM, dan
mengalahkan pasukan utama Persia di bawah pimpinan Darius III dalam Pertempuran Issus pada bulan November. Darius melarikan diri dari pertempuran
sehingga pasukannya kacau balau. Dia meninggalkan istrinya, dua putrinya,
ibunya Sisygambis, serta sejumlah
besar harta. Setelah itu dia
menawarkan kesepakatan damai kepada Aleksander. Darius menawarkan akan menyerahkan
seluruh wilayah yang telah ditaklukkan oleh Aleksander serta tebusan sebesar
10.000 talen untuk menebus keluarganya. Aleksander menjawab bahwa karena dia
kini adalah raja Asia, maka hanya dia sendirilah yang berhak mengatur masalah
pembagian wilayah.
Aleksander bergerak maju
untuk menguasai Suriah, serta sebagian besar pesisir Levant. Namun setahun kemudian, pada
332 SM, dia terpaksa harus menyerang Tyre,
yang pada akhirnya dia taklukkan melalui pengepungan
yang terkenal. Setelah
menaklukkan Tyre, Aleksander, membantai semua penduduk prianya, dan menjual
semua wanita dan anak-anak sebagai budak.
Mesir
Setelah Aleksander
menghancurkan Tyre, sebagian besar kota dalam rute ke Mesir menyerah, kecuali
Gaza. Gaza memiliki suatu benteng kuat yang di
atas bukit dan sangat terlindung. Pada
awal Pengepungan Gaza, Aleksander
memanfaatkan alat-alat yang sebelumnya dia pakai ketika menyerang Tyre. Setelah
tiga kali gagal menyerang, benteng itu pada akhirnya berhasil ditembus, namun
Aleksander harus mendapat luka di bahunya. Seperti halnya di Tyre, semua
penduduk pria dibantai, sedangkan semua wanita dan anak-anak dijadikan budak.
Di lain pihak, Yerusalem membuka gerbangnya dan menyerah pada
Aleksander. Menurut Yosephus,
Aleksander diperlihatkan buku ramalan Daniel, mungkin bab 8, yang isinya adalah
bahwa seorang raja Yunani yang kuat akan datang dan menaklukkan Kekaisaran
Persia. Setelah melihat isi buku tersebut, Aleksander mengampuni Yerusalem dan
terus maju ke Mesir.
Aleksander memasuki
Mesir pada tahun 332 SM, di sana dia dipandang sebagai seorang pembebas. Dia memperoleh gelar "penguasa
baru alam semesta" dan putra dewa Amun di Orakel Oasis Siwa di gurun Libya. Sejak saat itu,
Aleksander kadang disebut sebagai putra asli dari Zeus-Ammon, dan mata uang
yang kemudian muncul menggambarkan dirinya dengan hiasan tanduk kambing sebagai
simbol kedewaannya. Dalam masa
tinggalnya di Mesir, dia mendirikan Aleksandria (Iskandariyah), yang kelak akan
menjadi ibu kota Kerajaan
Ptolemaik setelah kematian
Aleksander.
Assyria dan Babilonia
Berangkat dari Mesir
pada tahun 331 SM, Aleksander pergi menuju ke timur ke Mesopotamia (sekarang Irak utara)
dan sekali lagi mengalahkan Darius dalam Pertempuran
Gaugamela. Lagi-lagi Darius
terpaksa kabur dan meninggalkan arena pertempuran, Aleksander mengejarnya
sampai ke Arbela. Gaugamela akan
terbukti sebagai pertempuran terakhir dan paling menentukan antara Aleksander
dan Darius. Aleksander lalu bergerak menuju Babilonia dan menaklukkan kota tersebut.
Persia
Dari Babilonia,
Aleksander melaju ke Susa, salah
satu ibu kota Persia, dan merebut harta bendanya yang legendaris. Aleksander
mengirim sebagian besar pasukannya ke ibu kota seremonial Persia, Persepolis, lewat Jalan Kerajaan, dan dia sendiri
memimpin tentara-tentara pilihannya melalui rute langsung ke kota tersebut.
Aleksander harus menyerang jalan masuk ke Gerbang
Persia (di Pegunungan Zagros modern) yang telah diblok oleh pasukan
Persia di bawah pimpinan Ariobarzanes dan
kemudian menghancuran Persepolis sebelum garnisunnya dapat mengamankan harta
benda. Ketika mamsuki Persepolis
Aleksander mengizinkan pasukannya untuk menjarah kota dan kemudian menyuruh
mereka berhenti. Aleksander
tinggal di Persepolis selama lima bulan. Dalam
masa tinggalnya di ibu kota, kebakaran terjadi di istana timur Xerxes dan menyebar ke seluruh kota. Banyak
dugaan mengenai apakah kebakaran itu terjadi karena kecelakaan, atau sebagai
tindakan pembalasan atas pembakaran Akropolis
Athena pada masa Perang
Yunani-Persia Kedua. Arrianus,
dalam salah satu kritiknya mengenai Aleksander, menyatakan, "Aku juga
tidak merasa bahwa Aleksander menunjukkan pengertian yang baik dalam tindakan
ini atau bahwa dia dapat menghukum rakyat Persia atas tindakan masa lalu."
Kejatuhan Persia
Aleksander lalu pergi
mengejar Darius lagi, pertama-tama ke Media, dan kemudian ke Parthia. Raja Persia itu tak lagi dapat
mengendalikan nasibnya, dan dia ditawan oleh Bessus, satrapnya di Baktria dan juga kerabatnya. Ketika Aleksander datang, Bessus dan
anak buahnya telah menusuk Darius sampai mati. Bessus lalu menyatakan dirinya
sebagai penerus Darius dengan nama Artaxerxes V, sebelum kemudian mundur ke Asia Tengah untuk melancarkan serangan gerilya terhadap Aleksander. Mayat Darius dimakamkan oleh
Aleksander di dekat makam para pemimpin Akhemeniyah lainnya dengan upacara
pemakaman yang suci. Aleksander
mengklam bahwa sebelum wafat, Darius telah mengangkat Aleksander sebagai
penerus takhta Akhemeniyah. Kekaisaran
Akhemeniyah atau Kekaisaran Persia pada umumnya dianggap telah runtuh dengan
meninggalnya Darius.
Asia Tengah
Aleksander, kini
menganggap diri sebagai penerus sah dari Darius, melihat Bessus sebagai
pemberontak yang mengancam takhta Akhemeniyah. Aleksander pun melakukan
serangan untuk mengalahkannya. Kampanye militer ini, yang pada awalnya direncanakan
untuk melawan Bessus, pada akhirnya menjadi petualangan Aleksander di Asia
Tengah. Aleksander mendirikan kota-kota baru, dan semuanya diberi nama
Aleksandria, termasuk Kandahar modern di Afghanistan, dan Aleksandria Eskhate ("Yang Terjauh") Tajikistan modern. Kampanye ini
membawa Aleksander melewati Media, Parthia, Aria (Afghanistan
barat), Drangiana, Arachosia (Afghanistan Tengah dan Selatan), Baktria (Afghanistan Tengah dan Utara), dan Scythia.
Bessus dikhianati pada
tahun 329 SM oleh Spitamenes,
yang memegang posisi tak jelas dalam kesatrapan Sogdiana. Spitamenes
menyerahkan Bessus pada Ptolemaios,
salah satu rekan terpercaya Aleksander, dan Bessus pun dihukum mati. Akan tetapi, ketika, di suatu waktu,
Aleksander sedang sibuk di Jaxartes dalam rangka menghadapi serbuan
pasukan nomad berkuda, Spitamenes malah memimpin pemberontakan di Sogdiana.
Aleksander mengalahkan pasukan Scythia dalam Pertempuran
Jaxartes dan dengan segera
melancarkan kampanye militer melawan Spitamenes. Aleksander berhasil
mengalahkannya dalam Pertempuran
Gabai. Setelah kalah, Spitamenes dibunuh oleh anak buahnya sendiri, yang
kemudian memohon perdamaian pada Aleksander.
Permasalahan
Setelah menguasai
Persia, Aleksander mengambil gelar Persia "Raja dari Segala Raja" (Shahanshah)
dan mengadopsi beberapa ciri khas Persia dalam hal pakaian dan kebiasaan di
istananya. Yang paling terkenal adalah adat proskynesis,
kemungkinan adat mencium tangan secara simbolis, atau sujud di tanah, yang
biasa orang Persia lakukan di depan atasan mereka. Orang Yunani menganggap bahwa gerakan
tersebut hanya boleh dilakukan kepada dewa dan mereka percaya bahwa Aleksander
berniat mendewakan dirinya dengan cara menyuruh orang-orang melakukan itu
padanya. Akibatnya dia kehilangan banyak simpati dari para anak buahnya, dan pada akhirnya dia meninggalkan
kebiasaan tersebut.
Suatu hari rencana
pembunuhan terhadap dirinya terungkap. dan salah satu perwiranya, yaitu Philotas, dihukum mati karena tidak
dapat menangai rencana pembunuhan itu dengan cepat. Kematian seorang putra
mengharuskan ayahnya juga untuk ikut mati, dan demikianlah Parmenion, yang
bertugas menjaga harta benda di Ecbatana,
dibunuh secara diam-diam atas perintah Aleksander, supaya dia tidak dapat
membalaskan kematian putranya. Aleksander juga pernah secara langsung membunuh
pria yang pernah menyelamatkan nyawanya di Granikos, yaitu Kleitos si Hitam, ketika mereka sedang
mabuk dan berdebat di Maracanda. Di kemudian hari, dalam kampanye di
Asia Tengah, rencana pembunuhan kedua terungkap, kali ini diprakarsai oleh
pelayan prianya sendiri. sejarawan resminya, Kallisthenes dari Olynthos (yang tak lagi disukai oleh Aleksander
karena memimpin oposisi terhadap usahanya untuk memperkenalkan proskynesis), dituduh terlibat
dalam rencana pembunuhan tersebut; Namun, tidak pernah ada kesepakatan di
antara para sejarawan mengenai keterlibatannya dalam persekongkolan.
Makedonia
Ketika Aleksander pergi
ke Asia, dia menugaskan jenderalnya Antipatros,
seorang pemimpin dengan pengalaman politik dan militer dan bagian dari
"Garda Lama" yang telah melayani Filipus, untuk mengurus Makedonia. Penghancuran Aleksander terhadap kota
Thebes telah membuat kota-kota lainnya diam sehingga Yunani terjamin tetap aman
selama Aleksander absen. Masalah
yang muncul adalah ancaman dari raja Sparta, Agis III, pada tahun 331 SM, yang
untungnya dapat diselesaikan oleh Antipatros. Agis dikalahkan dan dibunuh oleh
Antipatros dalam suatu pertempuran di Megalopolis setahun kemudian. Antipatros lalu meminta Aleksander
untuk menghukum Sparta, namun Aleksander lebih memilih untuk mengampuni mereka. Masalah lainnya adalah perselisihan
antara Antipatros dan ibu Aleksander Olympias. Masing-masing dari mereka
sama-sama mengeluh kepada Aleksander mengenai yang lainnya. Secara umum, Yunani mengalami periode
perdamaian dan kemakmuran selama kampanye militer Aleksander di Asia. Aleksander juga mengirim balik
sejumlah besar harta hasil dari penaklukannya, yang berhasil meningkatkan
perekonomian dan mengembangkan perdagangan antar daerah di kekaisarannya. Namun dalam prosesnya, Aleksander
terus-menerus meminta tambahan pasukan serta penduduk dari Yunani untuk mengisi
berbagai daerah di kekaisarannya. Tindakan ini sangat melemahkan Makedonia
bertahun-tahun setelah kematiannya, dan akan berujung pada kekalahan dan
pendudukan Makedonia oleh Romawi.
Kampanye di India
Invasi ke anak benua India
Aleksander menikah
dengan Roxane (Roshanak dalam bahasa
Baktria) untuk memperkuat hubungannya dengan kesatrapan di Asia Tengah. Setelah
itu Aleksander mengalihkan perhatiannya ke anak
benua India. Dia mengundang semua kepala
suku dari bekas kesatrapan Gandhara, di daerah utara Pakistan
modern, untuk datang dan tunduk di bawah kekuasaannya. Omphis, penguasa Taxila, yang kerajaannya membentang
dari Indus sampai Hydaspes, bersedia tunduk, namun para
kepala suku dari beberapa klan perbukitan, termasuk bagian-bagian Aspasioi dan Assakenoi dari suku Kambojas (dikenal juga dalam naskah-naskah
India sebagai Ashvayanas Dan Ashvakayanas), menolak untuk menyerah.
Pada musim dingin tahun
327/326 SM, Aleksander secara langsung memimpin pasukan untuk menghadapi
klan-klan yang tidak mau tunduk kepadanya, antara lain suku Aspasioi dari lembah Kunar, suku Guraeus dari lembah Guraeus, dan suku Assakenoi dari
lembah Swat dan Buner. Pertempuran yang sengit terjadi
melawan pasukan Aspasioi ketika Aleksander sendiri terluka bahunya oleh panah.
Namun pasukan Aspasioi pada akhirnya berhasil dikalahkan. Aleksander kemudian
menghadapi pasukan Assakenoi, yang memberikan perlawanan yang luar biasa dari
benteng Massaga, Ora dan Aornos. Benteng Massaga berhasil ditaklukkan
setelah melalui pertumpahan darah selama beberapa hari dan Aleksander lagi-lagi
terluka di bagian pergelangan kakinya. Menurut Curtius, "Aleksander tidak hanya
membantai seluruh penduduk Massaga, tetapi juga menghancurkan
bangunan-bangunannya". Pembantaian serupa terjadi di Ora,
benteng lainnya milik suku Assakenoi. Setelah peristiwa Massaga dan Ora, banyak
orang Assakenoi yang menyelamatkan diri ke benteng Aornos. Aleksander mengikuti mereka
dan berhasil menaklukkan benteng di atas bukit tersebut setelah melakukan
pertempuran yang sangat berdarah selama empat hari.
Setelah menaklukkan
Aornos, Aleksander menyeberangi sungai Indus dan bertempur melawan penguasa Punjabi lokal yang bernama Raja Puru, yang
menguasai daerah di Punjab.
Aleksander mengalahkan Puru melalui pertempuran yang sengit, yaitu Pertempuran Hydaspes pada tahun 326 SM. Aleksander sangat terkesan dengan
keberanian Puru dalam pertempuran tersebut dan karena itu seusai pertempuran
Aleksander menjalin kerja sama dengannya serta mengangkatnya sebagai salah satu
satrap di kerajaannya. Aleksander bahkan menambahkan wilayah yang sebelumnya
tidak dikuasai oleh Puru. Alasan lainnya kemungkinan lebih bersifat politis,
yaitu karena untuk mengendalikan daerah yang jauh dari Yunani, Aleksander
membutuhkan bantuan dan kerja sama dari orang lokal. Aleksander
mendirikan dua kota baru di kedua sisi sungai Hydaspes,
dan salah satunya dia beri nama Bukephala sebagai penghormatan kepada kuda yang
telah membawanya ke India. Kudanya itu meninggal dalam pertempuran. Kota yang satunya dinamai Nikaia (Kejayaan) di situs arkeologis Mong.
Pemberontakan pasukan
Di sebelah timur
kerajaan Puru, di dekat Sungai
Gangga, berdiri Kekaisaran Nanda di Magadha dan Kekaisaran Ganggaridai di Bengali.
Dua kekaisaran itu sangatlah kuat. Pasukan Aleksander kemudian memberontak
karena tidak mau lagi menghadapi pasukan India yang kuat. Selain itu mereka
juga sudah lelah setelah berperang selama bertahun-tahun. Mereka memberontak di Sungai Hyphasis, menolak untuk maju
lebih jauh ke timur. Demikianlah, sungai ini menjadi batas paling timur
penaklukan Aleksander.
“
|
Mereka secara kasar menentang Aleksander ketika dia
bersikeras ingin menyeberangi sungai Gangga, yang lebarnya, sesuai yang
mereka tahu, adalah tiga puluh dua furlong, kedalamannya mencapai seratus
depa, sedangkan bantarannya di sisi seberang telah dipenuhi oleh banyak
prajurit dan penunggang kuda dan gajah musuh. Karena mereka sudah diberi tahu
bahwa pasukan Ganderites dan Praesii telah menanti kedatangan mereka dengan
menyiapkan delapan puluh ribu penunggang kuda, dua ratus ribu pasukan pejalan
kaki, delapan ribu kereta
perang, dan enam ribu gajah
perang.
|
”
|
Aleksander berbicara
kepada pasukannya dan berusaha untuk membujuk mereka supaya mau berjalan lebih
jauh ke India namun Koinos, salah satu jenderalnya, memohon pada Aleksander untuk
berubah pikiran dan pulang. Koinos berkata, "Para tentara sudah rindu
untuk berjumpa kembali dengan orang tua, istri dan anak-anak mereka. Aleksander
menyadari keadaan pasukannya dan dia pun akhirnya setuju. Dia dan pasukannya
kemudian berbelok ke selatan dan menyusuri Sungai
Indus. Dalam perjalanannya, mereka menaklukkan klan-klan Malli (di Multan modern), dan beberapa suku India
lainnya.
Aleksander mengirim
sejumlah besar pasukannya ke Carmania (Iran selatan modern) beserta jenderalnya Krateros, dan juga mengirim armada
laut untuk mengeksplorasi pesisir Teluk
Persia di bawah admiral Nearkhos. Sementara dia sendiri
memimpin pasukannya untuk mundur ke Persia melalui rute selatan yang lebih
sulit di sepanjang Gurun Gedrosia dan Makran (kini bagian dari Iran selatan dan
Pakistan selatan). Alekander
sampai di Susa pada tahun 324 BC, namun dia kehilangan banyak prajurit akibat
kondisi gurun yang keras.
Tahun-tahun terakhir di Persia
Mengetahui bahwa banyak satrap dan gubernur militernya yang bertindak
melenceng selama dia absen, Aleksander pun menghukum mati beberapa dari mereka
dalam perjalanannya ke Susa sebagai contoh bagi yang lainnya. Sebagai
ungkapan terima kasih kepada pasukannya, Aleksander membayar lunas gaji para
tentaranya, dan mengumumkan bahwa dia akan mengirim prajurit yang sudah tua dan
cacat kembali ke Makedonia dengan dimpimpin oleh Krateros. Namun, pasukannya
salah paham atas niat Aleksander. Mereka pun memberontak di kota Opis, menolak untuk dikirim balik dan
secara keras mengkritik usahanya untuk mengadopsi adat dan pakaian Persia, dan
upaya masuknya para perwira dan tentara Persia ke dalam unit-unit militer
Makedonia. Aleksander
mengeksekusi para pemimpin pemberontakan tersebut, namun mengampuni para
prajuritnya. Setelah tiga hari, Aleksander sadar dia tidak dapat membujuk
pasukannya. Aleksander pun tak lagi memasukkan komando Persia ke dalam pasukan
Makedonia, sebaliknya gelar-gelar militer Makedonia kini dapat diberikan untuk
unit-unit perang Persia. Maka pasukan Makedonia langsung meminta maaf, dan
Aleksander memaafkan mereka. Pada malam harinya, Aleksander menggelar acara
makan-makan yang dihadiri oleh beberapa ribu prajuritnya, dan mereka makan
bersama. Dalam upaya menciptakan
perdamaian yang bertahan antara orang-orang Makedonia dan rakyat Persia,
Aleksander mengadakan pernikahan massal di Susa antara para perwiranya dengan
wanita bangsawan Persia. Akan tetapi, hanya sedikit dari pernikahan tersebut
yang bertahan lebih dari setahun. Sementara
itu, setelah tiba di istananya, Aleksander mengetahui bahwa beberapa orang
telah menodai makam Koresh yang
Agung. Aleksander dengan cepat menghukum mati mereka, karena mereka sebenarnya
ditugaskan untuk menjaga makam Koresh tersebut, yang sangat dihormati oleh
Aleksander.
Setelah Aleksander pergi
ke Ekbatana untuk mengambil bagian terbesar dari harta kekayaan Persia, sahabat
terdekat dan mungkin kekasihnya, Hephaistion,
meninggal karena suatu penyakit, atau barangkali akibat diracun. Arrian menemukan banyak sumber yang
meragukan tentang reaksi duka Aleksander atas kematian itu, meskipun hampir
semua pendapat setuju bahwa kematian Hephaistion cukup menggucang Aleksander.
Dia memerintahkan pelaksananaan pemakaman sahabatnya itu untuk diselenggarakan
secara mahal di Babilonia. Selain itu, Aleksander juga memerintahkan
dilaksanakannya masa berkabung bersama.
Setelah kembali ke
Babilonia, Aleksander merencanakan serengkaian kampanye militer baru, yang akan
dimulai dengan invasi ke Jazirah
Arab. Namun dia tidak sempat merealisasikan rencana tersebut karena dia
meninggal dunia tidak lama setelah kembali ke Babilonia.
Kematian
Pada tanggal 10 atau 11
Juni 323 SM, Aleksander meninggal di istana Nebukadnezar II, di Babilonia pada usia 32 tahun. Rincian mengenai kematian tersebut
sedikit berbeda-beda. Catatan Plutarch menceritakan bahwa sekitar 14 hari
sebelum kematiannya, Aleksander menjamu admiralnya, Nearkhos, dan menghabiskan malam serta
hari berikutnya dengan minum-minum bersama Medios
dari Larissa. Aleksander lalu
mengalami demam, yang semakin lama semakin parah, sampai-sampai dia tak dapat
lagi berbicara. Para tentara menjadi sangat cemas ketika Aleksander hanya dapat
mengabaikan tangannya pada mereka. Dua
hari kemudian, Aleksander meninggal dunia. Sementara
Diodoros menceritakan bahwa Aleksander menderita rasa sakit setelah meneggak
semangkuk besar angur yang tidak dicampur untuk menghormati Herakles, dan wafat setelah mengalami
semacam rasa sakit, yang juga
disebutkan sebagai alternatif oleh Arrian, namun Plutarch secara khusus membantah klaim ini.
Mengingat aristokrasi
Makedonia punya kecenderungan untuk melakukan pembunuhan, maka muncul dugaan bahwa Aleksander
meninggal dunia akibat dibunuh. Diodoros, Plutarch, Arrian dan Yustinus
semuanya menyebutkan teori bahwa Aleksander diracun. Plutarch menganggapnya
sebagai pemalsuan, sedangkan
Diodoros dan Arrian berkata bahwa mereka menyebutkannya hanya demi kelengkapan. Meskipun demikian, catatan-catatan
mereka cukup konsisten dalam menduga para tersangka di balik pembunuhan
Aleksander, di antaranya adalah Antipatros,
yang baru saja diberhentikan dari jabatannya sebagai raja muda Makedonia, dan
tersangka lainnya anehnya adalah Olympias. Barangkali datang ke Babilonia untuk
menanti hukuman mati, dan telah
melihat nasib yang menimpa Parmenion dan Philotas, Antipatros pun
menyusun rencana supaya Aleksander diracuni oleh putranya Iollas, yang
merupakan penuang anggur Aleksander. Bahkan
ada dugaan bahwa Aristoteles terlibat dalam konspirasi tersebut. Sebaliknya, argumen terkuat melawan
teori racun adalah fakta bahwa ada dua belas hari antara awal sakitnya dan
kematiannya; di dunia kuno, racun yang bereaksi lama seperti itu kemungkinan
tidak tersedia. Akan tetapi pada
tahun 2010, sebuah teori diajukan yang mengindikasikan bahwa keadaan kematian
Aleksander sesuai dengan peracunan oleh air sungai Styx (Mavroneri) yang
mengandung calicheamicin, suatu
bahan berbahaya yang dihasilkan oleh bakteri yang ada di airnya.
Beberapa penyebab alami (penyakit) telah diajukan sebagai
penyebab kematian Aleksander; malaria atau demam
tifoid adalah kandidat yang
jelas. Sebuah artikel pada tahun 1998 dalam New
England Journal of Medicine menyebutkan
kematian Aleksander disebabkan oleh pelubangan
usus dan kelumpuhan menaik, sedangkan analisis terkini lainnya
mengajukan spondilitis pirogenis atau meningitis sebagai penyebabnya. Penyakit lainnya dapat juga menjadi
penyebabnya, termasuk pankreatitis
akut atau Virus West Nile. Teori penyebab alami juga cenderung
menekankan bahwa kesehatan Aleksander mungkin semakin menurun akibat suka
minum-minum dan menderita luka-luka dalam perang (termasuk luka di India yang
hampir merenggut nyawanya). Lebih jauh lagi, duka cita yang dirasakan oleh
Aleksander setelah kematian Hephaestion mungkin ikut memperburuk kesehatannya.
Penyebab lainnya yang
diduga mengakibatkan kematian Aleksander adalah overdosis obat-obatan yang
mengandung hellebore, sejenis
tanaman yang berbahaya jika dikonsumsi dalam dosis yang banyak.
Pemakaman
Jenazah Aleksander
disimpan di sarkofagus emas berbentuk tubuhnya (antropoid)
dan diisi dengan madu, yang kemudian dimasukkan lagi ke dalam peti mati emas. Berdasarkan Aelianus, seorang peramal
bernama Aristandros meramalkan bahwa tanah tempat Aleksander diistirahatkan
"akan bahagia dan tak tertaklukkan selamanya". Yang lebih mungkin, para penerusnya
barangkali menganggap kepemilikan atas jenazah Aleksander sebagai suatu lambang
legitimasi (adalah hak khusus kerajaan untuk memakamkan raja sebelumnya). Bagaimanapun, Ptolemaios mencuri
iring-iringan pemakaman, dan membawanya ke Memphis. Penggantinya, Ptolemaios II Philadelphos,
memindahkan sarkofagus ke Aleksandria. Sarkofagus itu berada di sana hingga
setidaknya Zaman Kuno Akhir. Ptolemaios IX Lathyros, salah satu
penerus Ptolemaios I, mengganti sarkofagus emas Aleksander dengan sarkofagus
dari kaca. Sarkofagus emasnya dia lelehkan untuk kemudian dibuat menjadi uang
koin. Pompeius, Julius Caesar dan Augustus semuanya pernah mengunjungi makam
Aleksander di Aleksandria. Augustus diduga mengganggu hidung jenazah
Aleksander. Caligula dikatakan mengambil pelindung dada
Aleksander dari makam untuk kepentingannya sendiri. Pada tahun 200 M, Kaisar Septimius Severus menutup makam Aleksander untuk umum.
Putra dan penggantinya, Caracalla,
adalah pengagum berat Aleksander. Dia pernah mengunjungi makam Aleksander pada
masa pemerintahannya. Setelah itu, nasib makam tersebut menjadi tidak banyak
diketahui.
Sarkofagus yang disebut
"Sarkofagus Aleksander" ditemukan di dekat Sidon dan kini berada di Museum Arkeologi Istanbul. Sarkofagus
itu dinamai begitu bukan karena di dalamnya ada jenazah Aleksander, tetapi
karena di bagian luarnya terdapat relief yang menggambarkan Aleksander dan
rekan-rekannya yang sedang berburu dan bertempur melawan pasukan Persia.
Awalnya itu dikira sebagai sarkofagus Abdalonymos (meninggal 311 SM), raja Sidon
yang diangkat oleh Aleksander segera setelah pertempuran
Issus pada tahun 331. Namun,
baru-baru ini diduga bahwa sarkofagus itu berasal dari masa yang lebih awal
daripada kematian Abdolymos.
Wasiat
Diodoros Sikolos menulis bahwa Aleksander telah memberi
instruksi tertulis yang rinci kepada Krateros sebelum meninggal dunia. Meskipun Krateros sudah mulai
melaksanakan beberapa perintah Aleksander, namun para penerusnya memilih untuk
tidak melaksanakannya lebih lanjut, dengan alasan tidak praktis dan boros. Meskipun demikian, kehendak Aleksander
dibacakan kepada pasukannya oleh Perdikkas setelah kematian Aleksander. Wasiat itu menyuruh untuk melakukan
ekspansi imiliter ke Mediterania barat dan selatan, membangun monumen, dan
pencampuran penduduk Timur dan Barat. Isinya adalah:
Membangun makam monumental
untuk ayahnya Filipus, "untuk menyamai piramida terbesar di Mesir"
Mendirikan kuil di Delos, Delphi, Dodona, Dium, Amphipolis, Kirnos, dan sebuah kuil monumental
untuk dewi Athena di Troya.
Menaklukkan Jazirah Arab
dan seluruh Mediterania
Berlayar mengelilingi Afrika
Mendirikan kota-kota dan "mengirim penduduk dari Asia
ke Eropa dan sebaliknya dari Eropa ke Asia, dengan tujuan menyatukan dua benua
itu dan persahabatan dengan cara pernikahan antar bangsa dan ikatan
keluarga."
Pembagian kekaisaran
Setelah Aleksander
wafat, kekaisarannya terpecah menjadi empat kerajaan; Kerajaan Ptolemaik (biru tua) , Kekaisaran Seleukia (kuning), Kerajaan Pergamon (jingga), dan Kerajaan Makedonia
(hijau).
Kematian Aleksander
begitu tiba-tiba sehingga ketika beritanya mencapai Yunani, orang-orang tidak
langsung percaya. Aleksander tidak memiliki ahli waris yang sah dan
jelas, putranya Aleksander IV dari hubungannya dengan Roxane lahir setelah
Aleksander meninggal. Akibatnya muncul pertanyaaan besar mengenai siapa yang
akan memimpin kekaisaran yang baru ditaklukkan dan belum tenang ini. Berdasarkan Diodoros, rekan-rekan
Aleksander sempat bertanya kepada Aleksander, yang saat itu sedang sekarat,
mengenai kepada siapa Aleksander mewariskan kerajaannya. Aleksander menjawab
singkat, "tôi kratistôi" ("kepada yang terkuat"). Mengingat bahwa Arrianus dan Plutarch
menyatakan bahwa ketika itu Aleksander sudah tidak dapat berbicara, cerita
tersebut agak diragukan kebenarannya. Diodoros,
Curtius dan Yustinus juga punya cerita yang lebih masuk akal bahwa Aleksander
memberikan segelnya kepada Perdikkas, salah satu
pengawalnya dan pemimpin pasukan kavaleri rekan. Aleksander melakukannya di
depan sejumlah saksi, dan dengan demikian mungkin Aleksander mencalonkan
Perdikkas sebagai penerusnya.
Dalam hal apapun,
Perdikkas awalnya secara eksplisit menolak mengklaim kekuasaan. Dia malah
menginginkan putra Roxane untuk menjadi raja, jika Roxane melahirkan bayi
laki-laki. Sementara dia, Krateros, Leonnatos, dan Antipatros akan menjadi
penjaga sang raja. Akan tetapi, pasukan infantri, di bawah komando Meleagros, menolak hal ini dengan
alasan mereka tidak diikutsertakan dalam diskusinya. Sebaliknya, mereka
mendukung saudara tiri Aleksander, Filipus Arrhidaios. Pada akhirnya, kedua
belas pihak berdamai, dan setelah Aleksander IV lahir, dia dan Filipus III
diangkat sebagai raja bersama, meskipun itu hanyalah gelar saja.
Tidak lama setelah itu,
perselisihan dan persaingan mulai menimpa orang-orang Makedonia.
Kesatarapan-kesatrapan yang diserahkan oleh Perdikkas melalui Pembagian
Babilonia menjadi basis kekuatan bagi masing-masing jenderal untuk melancarkan
tawarannya untuk kekausaan. Setelah Perdikkasn dibunuh oleh pembunuh gelap pada
tahun 321 SM, persatuan Makedonia runtuh dan terjadilah perang selama empat
puluh tahun antara "Para Penerus" (Diadokhoi). Setelah itu kekaisaran
Aleksander terpecah menjadi empat wilayah kekuassaan terpisah yang stabil,
yaitu Kerajaan Ptolemaik di Mesir, Kekaisaran Seleukia di Persia, Kerajaan Pergamon di Asia Minor, dan Kerajaan Makedonia
di Yunani. Dalam prosesnya, baik Aleksander IV dan Filipus III terbunuh.
Karakter
Aleksander memperoleh
gelar "yang Agung" karena kesuksesannya yang tak tertandingi sebagai
komandan militer. Dia tidak
pernah kalah dalam pertempuran, meskipun sering kalah jumlah dalam banyak
pertempuran yang dia lakukan. Kesuksesan
ini karena keberhasilannya memanfaatkan keadaan medan perang, penguasaan siasat phalanx dan kavaleri, strategi yang berani,
dan terutama kemampuannya untuk membangkitkan kesetiaan yang luar biasa di
antara para prajuritnya. Phalanx
Makedonia, yang bersenjatakan sarissa,
yaitu tombak sepanjang enam meter, telah dikembangkan dan disempurnakan oleh Filipus
II melalui latihan yang keras, dan
Aleksander mempergunakan kecepatan dan kemampuan manuvernya untuk efek yang
besar melawan pasukan Persia yang lebih banyak namun lebih terpisah. Aleksander juga mampu memahami potensi
perpecahan di antara pasukannya, yang memiliki bahasa dan senjata yang
berebda-beda, dan dia mengatasi hal itu dengan cara terlibat secara langsung
dalam pertempuran, dengan tata
cara sebagai raja Makedonia.
Dalam pertempuran
pertamanya di Asia, yakni di Granikos, Aleksander hanya mengerahkan sedikit
pasukannya, kemungkinan 13.000 infantri dengan 5.000 kavaleri. Sementara
pasukan Persia yang dihadapinya berjumlah 40.000 prajurit. Aleksander
menempatkan pasukan phalanx di bagian tengah dan kavaleri serta pemanah di
bagian sayap, dengan demikian barisannya menjadi sama panjang dengan barisan
kavaleri Persia yang dia hadapi, yaitu sekitar 3 km (1.86 mil).
Pasukan infantri Persia sendiri diposisikan di belakang kavaleri. Dengan siasat
tersebut, Aleksander memastikan bahwa pasukannya tidak akan dijepit, sedangkan
pasukan phalaxnya, yang bersenjatakan tombak panjang,
memiliki keuntungan yang besar terhadap skimitar dan lembing pasukan Persia.
Pada akhirnya, kerugian yang dialami pasukan Persia jauh lebih besar daripada
kerugian pasukan Makedonia.
Di Issus pada tahun 333
SM, Aleksander pertama kali berhadapan dengan Darius. Ketika itu dia
menggunakan metode pemosisian yang sama, dan lagi-lagi phalanx di bagian tengah
berhasil mendorong maju karena memiliki keuntungan berupa senjata tombak mereka
yang panjang. Ini memungkinkan
Aleksander secara langsung memimpin serangan di bagian tengah barisan melawan
Darius. Pada akhirnya Darius melarikan diri dan pasukan Persia mundur secara
kacau. Dalam pertempuran yang
menentukan di Gaugamela, Darius telah melengkapi kereta perang-kereta perangnya dengan
sabit pada bagian rodanya untuk memecah barisan phalanx dan kavaleri
Aleksander. Menghadapi ini, Aleksander menyusun formasi phalanx ganda, dengan
bagian tengahnya membentuk sudut. Ketika kereta perang Persia menyerang,
barisan phalanx ini akan memisahkan diri dan kemudian mengelompok kembali.
Rencana Aleksander berhasil dan bagian tengah barisan Persia berhasil ditembus.
Darius kalah dan dia melarikan diri lagi.
Ketika berhadapan dengan
musuh yang bertempur dengan teknik yang tidak dia kenal, seperti misalnya di
Asia Tengah dan India, Aleksander dengan cepat mampu menyesuaikan gaya tempur
pasukannya. Jadi, di Baktria dan Sogdiana,
Aleksander sukses mengerahkan para pelempar lembing dan pemanahnya untuk mencegah
kepungan musuh, dan pada saat yang sama dia menumpuk kavaleri di bagian tengah
barisan. Di India, ketika
berperang melawan korps gajah Raja Puru, pasukan Makedonia bisa menang dengan
cara membuka barisan dan mengurung gajah-gajah musuh. Kemudian dengan mengarahkan
tombak sarissa mereka ke arah dan menjatuhkan para penunggang gajahnya.
Penampilan fisik
Patung tiruan Romawi
dari patung asli buatan Lysippos,
Museum Louvre. Plutarch merasa
bahwa patung ini adalah penggambaran Aleksander yang paling jujur.
Biografer Yunani Plutarch (ca. 45–120 M) menggambarkan
penampilan Aleksander sebagai berikut:
“
|
Aleksander memiliki kulit terang, rambut pirang, dan
mata biru yang mampu melelehkan hati. Bau harum alami keluar dari tubuhnya,
begitu kuat sampai-sampai pakainnya juga ikut wangi.
|
”
|
Sejarawan Yunani lainnya Arrianus (Lucius Flavius Arrianus 'Xenophon'
ca. 86 - 160 M) mendeskripsikan Aleksander sebagai:
“
|
Komandan yang tampan dan kuat dengan mata yang satu
sehitam malam dan mata yang satunya sebiru langit
|
”
|
Banyak penggambaran dan
patung yang menggambarkan Aleksander dalam postur tubuh berbentuk S, dengan
padangan ke arah atas. Beberapa sejarawan beranggapan bahwa ini menunjukkan
Aleksander memiliki cacat fisik. Namun ini juga merupakan konsep seni tradisional
Contrapposto yang sering
digunakan oleh para pematung kuno dan modern untuk menunjukkan keindahan,
keanggunan, dan dominasi sosial. Para
sejarawan itu berpendapat bahwa ayah Aleksander, Filipus II, dan saudaranya
Filipus Arrhidaios mungkin juga menderita cacat fisik, yang memunculkan
kesimpulan bahwa Aleksander menderita gangguan skoliosis bawaan (leher familial
dan cacat tulang belakang).
Sebagai contoh,
sejarawan Britania modern Peter
Green (lahir tahun 1924)
mengajukan pendapat mengenai penampilan fisik Aleksander, berdasarkan
tinjauannya terhadap patung-patung dan beberapa dokumen kuno:
“
|
Secara fisik, Aleksander tidaklah menawan. Bahkan untuk
standar Makedonia ia sangat pendek, walaupun gempal dan tangguh. Janggutnya
sedikit, dan dia berdiri di hadapan para baron Makedonia dalam keadaan
bercukur bersih. Lehernya dalam beberapa cara sedikit memutar, sehingga ia
tampak sedang menatap ke arah atas. Matanya (satu biru, satu coklat)
memperlihatkan kualitas yang feminin dan berembun. Dia memiliki kulit yang
tinggi dan suara yang kasar.
|
”
|
Bahkan ada pendapat dari
ahli bedah Hutan Ashrafian bahwa skoliosis yang dialami Aleksander ikut
berperan dalam kematian Aleksander, namun
sejarawan Yunani kuno Arrianus dari
Nikomedia menyatakan bahwa Aleksander meninggal dunia akibat demam.
Para penulis kuno
mencatat bahwa Aleksander Agung sangat senang dengan penggambaran dirinya oleh Lysippos sehingga di membuat keputusan bahwa
para pematung tidak boleh lagi membuat patung dirinya. Lysippos sudah sering menggunakan skema patung Contrapposto untuk menggambarkan Aleksander dan
tokoh-tokoh lainnya seperti misalnya Apoxyomenos, Hermes dan Eros. Patung Lysippos yang terkenal karena
naturalismenya yang seperti hidup, yang berkebalikan dengan pose statis yang
kaku, dipercaya sebagai penggambaran rupa Aleksander yang paling akurat.
Kepribadian
Beberapa sifat
Aleksander terbentuk sebagai respon terhadap orang tuanya. Ibunya memiliki ambisi yang besar
untuk Aleksander, dan mendorongnya untuk percaya bahwa adalah takdirnya untuk
menaklukkan Kekaisaran Persia. Dan
memang, Olyympias mungkin telah bertindak sampai sejauh meracuni Filipus
Arrhidaios dengan tujuan membuatnya cacat, dan mencegahnya menjadi saingan
Aleksander. Pengaruh Olympias
menanamkan ambisi yang besar dan perasaan akan takdir dalam diri Aleksander, dan Plutarch menceritakan bahwa ambisi
Aleksander "menjaga semangatnya tetap serius dan tinggi seiring usianya
bertambah". Hubungan
Aleksander dengan ayahnya menghasilkan sisi kompetitif dalam kepribadiannya;
dia mesti melampaui ayahnya, karena itu kadang-kadang dia bersikap nekat dalam
pertempuran. Sementara Aleksander
merasa cemas bahwa ayahnya tidak akan mewariskan padanya "pencapaian hebat
dan brilian untuk diperlihatkan pada dunia", ia masih berusaha untuk mengecilkan
prestasi ayahnya di depan rekan-rekannya.
Sifat Aleksander yang
paling jelas adalah sikap pemarah, kasar, dan impulsif, yang tak diragukan lagi ikut
berpengaruh terhadap beberapa keputusan dalam hidupnya. Plutarch berpendapat bahwa sifat ini
yang menjadikan Aleksander kecanduan terhadap alkohol. Meskipun Aleksander keras kepala dan
tidak menanggapi dengan baik perintah ayahnya, namun dia mudah dibujuk melalui
alasa-alasan yang jelas. Dan
memang, di samping memiliki temperamen yang berapi-api, ada juga sisi tenang
dalam diri Aleksander. Dia itu cerdik, logis, dan memperhitungkan segala
kemungkinan. Dia memiliki hasrat yang besar terhadap pengetahuan, dia cinta
filsafat, dan dia adalah pembaca yang setia. Sifat-sifat
itu tak diragukan berasal dari masa bimbingannya oleh Aristoteles, yang membuat
Aleksander menjadi orang yang cerdas dan cepat belajar. Kisah bahwa dia berhasil
"menyelesaikan" Simpul
Emas menunjukkan kepintarannya.
Sisi intelejen dan rasional Aleksander dapat kita lihat dari kemampuan dan
keberhasilannya sebagai seorang jenderal. Dia
mampu menahan hasratnya untuk memperoleh kenikmatan tubuh, misalnya hubungan
seksual, namun dia kurang mampu mengendalikan diri terhadap alkohol.
Aleksander tidak
diragukan lagi merupakan orang yang terpelajar, dan sangat menyukai seni maupun
ilmu pengetahuan. Akan tetapi dia
kurang tertarik pada olahraga, atau Olimpiade, tak seperti ayahnya. Aleksander
hanya mencari kejayaan dan ketenaran berdasarkan gagasan-gagasan Homeros. Dia memiliki kharisma yang besar dan
kepribadian yang kuat, semua karakteristik itu menjadikannya sebagai pemimpin
yang hebat. Ini semakin diperkuat
dengan ketidakmampuan para jenderalnya untuk menyatukan Makedonia dan
mempertahankan kekaisaran setelah kematiannya. Hanya Aleksander yang memiliki
kepribadian dan kemampuan untuk melakukan hal tersebut.
Megalomania
Pada tahun-tahun
terakhir hidupnya, dan terutama setelah kematian Hephaistion, Aleksander mulai menunjukkan
gejala-gejala megalomania dan paranoia. Pencapaiannya
yang luar biasa, ditambah dengan perasaannya yang tak terlukiskan mengenai
takdir serta sanjungan rekan-rekannya, mungkin merupakan penyebabnya. Khayalannya tentang keagungan dapat
dilihat dari wasiat-wasiat yang dia suruh Krateros untuk dilaksanakan, juga
dapat kita lihat dari hasratnya untuk menaklukkan dunia yang dikenal.
Aleksander tampaknya
percaya bahwa dia adalah dewa atau setidaknya ingin dirinya didewakan. Olympias selalu menanamkan dalam
dirinya bahwa dia adalah putra Zeus. Aleksander
juga semakin merasa sebagai keturunan dewa berkat pernyataan dari orakel Amun
di Siwa. Sejak itu dia memandang dirinya
sendiri sebagai putra Zeus-Ammon. Aleksander
mengadopsi beberapa unsur pakaian dan adat Persia di istananya, yang paling
terkenal adalah adat proskynesis,
suatu praktik yang tidak disetujui oleh anak buah Makedonianya, yang tidak mau
melakukannya. Perilaku tersebut
membuat Aleksander kehilangan banyak simpati dari para anak buahnya.
Hubungan pribadi
Hubungan emosional
terbesar Aleksander sepanjang hidupnya adalah dengan sahabat, jenderal,
sekaligus pengawalnya Hephaistion,
putra seorang bangsawan Makedonia. Kematian
Hephaistion sangat menghancurkan mental Aleksander, dan membuat Aleksander amat
berduka cita. Kejadian itu juga
ikut berpengaruh pada penurunan kesehatan Aleksander, dan keadaan mental yang melemah pada
bulan-bulan terakhir dari masa hidupnya. Aleksander
menikah dua kali, pertama dengan Roxane,
putri bangsawan Baktria Oxyartes, karena cinta, dan yang kedua dengan Stateira II, seorang putri Persia dan
anak perempuan Darius III,
alasannya lebih bersifat politis. Aleksander
memiliki dua orang putra, Aleksander IV dari Makedonia, dari Roxane, dan
kemungkinan Herakles dari Makedonia dari
Stateira. Aleksander kehilangan satu orang anak ketika Roxane mengalami
keguguran di Babilonia.
Seksualitas Aleksander
telah menjadi subjek spekulasi dan kontroversi. Tidak disebutkan dalam naskah kuno manapun bahwa
Aleksander punya hubungan homoseksual, atau bahwa hubungan Aleksander dengan
Hephaistion merupakan hubungan seksual. Akan tetapi, Aelianus, menulis bahwa
Aleksander pernah mengunjungi Troya.
Di sana Aleksander menaruh karangan bunga di makam Akhilles sedangkan
Hephaistion menaruh karangan bunga di makam Patroklos.
Ini memunculkan dugaan bahwa mereka adalah sepasang kekasih, seperti halnya
Akhilles dan Patroklos. Perlu
diingat bahwa kata eromenos (yang tercinta) tidak selalu memiliki
makna seksual, Aleksander bisa jadi merupakan seorang biseksual, yang pada masanya tidaklah
aneh.
Green berpendapat bahwa
hanya ada sedikit bukti dalam naskah kuno yang menceritakan bahwa Aleksander
memiliki ketertarikan pada perempuan, selain itu Aleksander baru memiliki anak
pada akhir msa hidupnya. Namun,
Aleksander masih relatif muda ketika meninggal dunia, dan Ogden berpendapat
bahwa catatan pernikahan Aleksander lebih mengesankan daripada ayahnya pada
usia yang sama. Selain istri,
Aleksander juga memiliki banyak selir. Aleksander mengumpulkan harem dengan
gaya raja-raja Persia namun dia tidak terlalu sering menikmati haremnya; yang dengan demikian menunjukkan bahwa
Aleksander mampu mengendalikan hasrat seksualnya. Ada kemungkinan bahwa Aleksander
adalah orang yang tidak terlalu menyukai hubungan seks. Namun, Plutarch
menggambarkan bahwa Aleksander tergila-gila pada Roxane sambil memuju dirinya
sendiri karena berhasil membatasi nafsunya pada Roxane. Green mengajukan pendapat bahwa, dalam
konteks pada masa itu, Aleksander banyak berhubungan dekat dengan sejumlah
perempuan, termasuk Ada dari
Karia, yang mengadopsi Aleksander, dan bahkan ibu Darius, Sisygambis, yang
diduga meninggal akibat berduka cita setelah Aleksander wafat.
Peninggalan
Kerajaan-kerajaan Hellenistik
Dunia Hellenistik
setelah masa Aleksander: peta
dunia kuno oleh Eratosthenes (276–194 SM), menggabungkan informasi
dari kampanye-kampanye Aleksander dan para penerusnya
Peninggalan Aleksander
yang paling jelas adalah diperkenalkannya kekuaaan Makedonia di Asia. Banyak
dari daerah ini yang tetap berada dalam kekuasaan Makedonia atau di bawah
pengaruh Yunani untuk 200-300 tahun berikutnya. Negara-negara penerus Aleksander yang muncul, setidaknya pada awalnya,
merupakan kekuatan dominan pada epos ini, dan 300 tahun dalam masa tersebut
seringkali disebut sebagai periode
Hellenistik.
Batas timur kekasisaran
Aleksander sudah mulai runtuh bahkan ketika dia masih hidup. Akan tetapi, kekosongan kekuasaan yang
dia tinggalkan di barat laut anak benua India secara langsung memberi
kesempatan pada munculnya salah satu dinasti India paling kuat sepanjang
sejarah. Para penerus Aleksander tidak terlalu memedulikan daerah ini dan
cenderung mengabaikannya, sehingga Chandragupta
Maurya (dalam sumber-sumber Eropa
disebut Sandrokotto) berhasil mengambil kendali atas Punjabi dan menjadikannya sebagai basis
kekuatannya. Dari sana dia mampu menaklukkan Kekaisaran Nanda di India utara. Pada tahu 305 SM, Seleukos, salah satu penerus
Aleksander, memimpin pasukan ke India untuk merebut wilayah itu. Pada akhirnya
Seleukos malah melakukan pertukaran dengan Chandragupta. Seleukos menyerahkan
wilayah tersebut dan Chandragupta memberinya 500 ekor gajah perang. Peristiwa ini pada
gilirannya ikut memainkan peranan penting dalam Pertempuran Ipsus, yang juga
berpengaruh banyak pada pembagian kekaisaran.
Hellenisasi
Hellenisasi adalah
istilah yang dikemukakan oleh sejarawan Jerman Johann Gustav Droysen. Istilah ini
merujuk pada penyebaran bahasa, budaya, dan penduduk Yunani ke daerah-daerah
yang berhasil ditaklukkan oleh Aleksander. Para
sejarawan sepakat bahwa penyebaran ini memang terjadi, karena bukti-buktinya
dapat dilihat di kota-kota besar Hellenisttik, contohnya Aleksandria (satu dari sekitar dua puluhan kota
yang didirikan oleh Aleksander), Antiokia dan Seleukia (di selatan Baghdad modern). Namun, mengenai
seberapa luas dan seberapa dalam penyebaran ini, dan sampai sejauh mana proses
itu merupakan kebijakan yang disengaja, masih banyak diperdebatkan. Aleksander
sudah jelas melakukan langkah-langkah yang disengaja untuk memasukkan
unsur-unsur Yunani ke dalam budaya
Persia dan dalam beberapa hal ia
berusaha menggabungkan budaya Yunani dan Persia, yang berujung pada
cita-citanya untuk menyatukan penduduk Asia dan Eropa. Akan tetapi, para
penerusnya terang-terangan menolak kebijakan semacam itu setelah kematian
Aleksander. Namun dimikian, Hellenisas tetap saja terjadi di seluruh wilayah
bekas kekuasaan Aleksander, dan terlebih lagi, diikuti oleh Orientalisasi, proses oleh
negara-negara penerus Aleksander yang berbeda dan berlawanan dengan Hellenisasi
itu sendiri.
Berdsarkan asal-usulnya,
inti dari budaya Hellenistik pada dasarnya adalah Athena. Dialek Koine Athena telah diadopsi untuk ke Perluan
resmi lama sebelum masa Filipus II, dan dengan deimikian telah tersebar ke
seluruh penjuru dunia Hellenistik, serta menjadi lingua franca melalui penaklukan Aleksander. Lebih
jauh lagi, Perencanaan kota,
pendidikan, pemerintahan lokal, dan seni pada periode Hellenistik semuanya didasarkan
pada gagasan-gagasan Yunani Klasik, dan berevolusi menjadi bentuk yang baru dan
berbeda, yang secara umum dikelompokkan sebagai Hellenistik. Aspek-aspek budaya Hellenistik tetap
ada dalam tradisi Kekaisaran Bizantium sampai pertengahan abad ke-15.
Beberapa pengaruh yang
tak biasa dari Hellenisasi dapat dilihat dari India, di daerah tempat
berdirinya Kerajaan Yunani-India,
yang munculnya relatif terlambat. Di
sana, di tempat yang jauh dari Eropa, budaya Yunani tampak bercampur dengan
budaya India, dan khususnya dengan agama Buddha. Penggambaran pertama Buddha yang realistis muncul pada masa ini.
Buddha digambarkan berdasarkan patung-patung dewa Apollo dari Yunani. Beberapa tradisi Buuddha kemungkinan telah terpengaruh oleh agama Yunani kuno, contohnya konsep Bodhisattva merupakan pengenangan
terhadap pahlawan-pahlawan dewata Yunani, dan beberapa praktik ritual Mahayana (membakar dupa, memberi bunga, dan
menaruh makanan di altar) mirip dengan yang dilakukan oleh orang Yunani kuno. Buddhisme Zen mengambil beberapa gagasan dari orang-orang stoik Yunani, misalnya Zeno. Seorang raja Yunani, Menander I, kemungkinan menjadi penganut
Buddha, dan diabadikan dalam literatur
Buddha sebaga 'Milinda'.
Pengaruh pada Romawi
Aleksander dan semua
yang telah dia lakukan dikagumi oleh banyak orang Romawi. Mereka
mengasosiasikan diri mereka sendiri dengan prestasi-prestasi Aleksander. Polybius memulai Sejarah-nya dengan mengenangkan
rakyat Romawi akan tindakan-tindakan Aleksander. Sesudah itu para pemimpin
Romawi melihat Aleksander sebagai teladan dan sumber inspirasi bagi mereka.
Julius Caesar dilaporkan berurai air mata di Spanyol ketika melihat patung
Aleksander, karena dia merasa bahwa pencapaiannya terlalu sedikit jika
dibandingkan dengan Aleksander, yang berhasil menaklukkan Persia pada usia yang
sama. Pompeius yang Agung menjelajahi
daerah-daerah taklukannya di timur dalam rangka mencari jubah Aleksander yang
berumur 260 tahun. Pompeius lalu memakai jubah itu sebagai tanda keagungannya.Augustus pernah terlalu semangat menghormati
Aleksander sampai-sampai dia mematahkan hidung pada mayat Aleksaner yang telah
dimumikan. Augustus melakukannya ketika dia sedang menaruh karangan bunga di
makam Aleksander di Aleksandria. Keluarga Macriani, keluarga Romawi yang salah
satu anggotnya, yaitu Macrinus,
pernah menjadi kaisar, sering menampilkan gambar Aleksander, baik dalam
perhiasan, atau dalam sulaman pada pakaian yang mereka kenakan.
Pada musim panas tahun
1995, sebuah patung Aleksander ditemukan dalam penggalian sebuah rumah Romawi
di Aleksandria, yang penuh dengan dekorasi dan jalan marmer dan kemungkinan
dibangun pada abad pertama M serta ditempati sampai abad ke-3.
Legenda
Ada banyak cerita
legendaris mengenai kehidupan Aleksander Agung. Banyak dari cerita tersebut
muncul pada masa hidupnya, kemungkinan dimunculkan oleh Aleksander sendiri.
Sejarawan di istana Aleksander, Kallisthenes, menggambarkan bahwa air laut di Sisilia surut sebagai penghormatan
pada Aleksander dengan tata cara proskynesis.
Menulis tidak lama setelah kematian Aleksander, penulis lainnya, Onesikritos, bahkan sampai menulis
bahwa Aleksander membuat janji untuk bertemu dengan Thalestris, ratu suku Amazon dalam mitologi. Ketika Onesikritos
membacakan cerita itu pada atasannya, salah satu jenderal Aleksander dan kelak
menjadi raja, Lysimakhos disebutkan
menyindirnya dengan mengatakan, "Aku penasaran saat itu aku ada di mana."
Dalam abad-abad pertama
setelah kematian Aleksander, kemungkinan di Aleksandria, sejumlah cerita
legenda dikumpulkan menjadi sebuah naskah yang dikenal sebagai Roman Aleksander, yang di
kemudian hari secara keliru disebutkan bahwa itu ditulis oleh sejarawan
Kallisthenes dan dengan demikian dikenal juga sebagai Pseudo-Kallisthenes. Naskah
tersebut mengalami banyak sekali penambahan dan revisi selama Zaman Kuno dan Abad Pertengahan.
Ada juga naskah Iran
atau Persia mengenai Aleksander Agung dalam "Shahnameh" atau
"Epik Para Raja" oleh Ferdowsi. Naskah terebut berjudul
Eskandarnameh. Di situ
diceritakan bahwa Aleksander adalah putra Nahid (Lydia) dan dikirim kembali ke
Filipus di Makedonia karena ibunya memiliki bau mulut. Lalu diceritakan bahwa
nama Eskandar diberikan karena obat yang diberikan untuk ibunya. Para sejarawan
Arab kemudian menyebut Aleksander dengan nama Al-Iskandar.
Dalam budaya kuno dan modern
Prestasi dan peninggalan
Aleksander Agung telah dilestarikan dan digambarkan dalam banyak cara.
Aleksander muncul dalam banyak karya budaya baik pada masa kuno maupun masa
modern. Pada Abad Pertengahan, Aleksander dimasukkan sebagai anggota Sembilan Kesatria yaitu sekelompok
pahlawan yang dianggap memenuhi kualitas nilai-nilai kekesatriaan.
Di Punjabi, tanah
terakhir yang ditaklukkan oleh Aleksander, banyak anak yang diberi nama
"Sekunder" bahkan hingga saat ini. Ini disebabkan adanya rasa hormat
dan kekaguman pada Aleksander, juga sebagai pengingat bahwa pasukan Punjabi
kuno bisa membuat pasukan Aleksander kelelahan sampai akhirnya memberontak pada
Aleksander.
Ada sebuah pepatah dalam
bahasa Punjabi yaitu jit jit
key jung, secunder jay haar, yang artinya adalah "Aleksander
memenangkan begitu banyak petempuran sampai-sampai dia kalah dalam
perang". Pepatah ini merujuk pada orang yang sering menang namun tidak
pernah memanfaatkan kemenangannya.
Historiografi
Naskah-naskah kuno yang
ditulis oleh orang-orang yang mengenal langsung Aleksander atau yang
mengumpulkan informasi dari orang-orang yang bertugas pada Aleksander banyak
yang hilang kecuali sedikit inskripsi serta fragmen yang bertahan. Orang-orang sezaman Aleksander yang
menulis tentangnya di antaranya adalah sejarawan pribadinya Kallisthenes; jenderal Aleksander Ptolemaios dan Nearkhos; Aristobulos, seorang perwira muda yang
ikut dalam kampaye militer Aleksander; dan Onesikritos, ketua juru mudi
Aleksander. Karya-karya yang ditulis oleh mereka telah hilang, namun
karya-karya yang didasarkan para karya-karya asli itu ada yang bertahan. Lima
naskah utama yang masih ada antara lain naskah yang ditulis oleh Arrianus, Curtius, Plutarch, Diodoros, dan Yustinus.
Aleksander Agung adalah
salah satu tokoh yang dianggap sebagai Dzul
Qarnain yang dapat ditemukan pula
pada kitab suci Al Qur'an, Surah Al Kahfi 83-101. Dikisahkan bahwa
dialah yang mengurung bangsa Ya’juj
dan Ma’juj (Gog dan Magog) - yang
menurut hadist shahih, bangsa tersebut akan keluar di
akhir zaman. Riwayat ini bemula dari saat ia akan menaklukkan suatu daerah,
penduduk daerah tersebut tanpa disangka bersedia mengikutinya. Asalkan bangsa
Yajuj dan Majuj dikurung. Maka Dzul Qarnain mengurung kedua bangsa tersebut.
Maka para penduduk pun bersedia ditaklukkan dengan suka cita.
Anggapan tersebut datang
dari kisah Roman Aleksander yang sudah ada sebelum Islam. Beberapa allamah Muslim menolak anggapan Aleksander
Agung adalah Dzul Qarnain, sebab Aleksander Agung bukanlah monoteis, sedangkan Dzul-Qarnain
adalah penyembah Allah dan hanya seorang penguasa, yang hidup
pada masa Nabi Ibrahim. Pendapat ini diriwayatkan
oleh Al-Fakihi dari ‘Ubaid bin ‘Umair, ‘Atha` dari Ibnu ‘Abbas, ‘Utsman bin Saj, Ibnu Hisyam dan Ibnu
Abi Hatim juga meriwayatkan dari
jalan Ali bin Ahmad. Kemudian Al-Fakhrurrazi dalam tafsirnya menyatakan bahwa Dzul
Qarnain adalah seorang nabi, sedangkan Aleksander memiliki guru yang bernama Aristoteles dan memerintah negerinya atas perintah
Aristoteles.
Sumber : Wikipedia
Tag :
Profil Tokoh Dunia
0 Komentar untuk "Profil Aleksander Agung"